Perubahan
tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha
yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi peningkatan
kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan.
Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk memecahkan masalah
yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan
dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclitus
pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali
perubahan. Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai
saat ini. Dikatakan demikian karena memang pada kenyataannya di dunia
ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik
pada tingkat individu maupun tingkat organisasional. Menarik untuk
dicatat bahwa disamping selalu terjadi perubahan di semua segi
kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti mempunyai dampak langsung
maupun tidak langsung pada bidang kehudupan yang lainnya. Dengan kata
lain, suatu perubahan merupakan dependent variable untuk
perubahan di bidang yang lainnya dan oleh karena itu antara satu
perubahan dengan perubahan yang lainnya selalu terdapat interelasi dan
interdepedensi nyata, meskipun korelasinya mungkin tidak segera dapat
dilihat.
Oleh
karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi,
pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah
disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan
mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu,
mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk
melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan
organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain pihak Tidak
banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan
tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti
itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak
dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Pengertian Perubahan Manajemen
Perubahan
adalah respon terencana atau tak terencana terhadap tekanan-tekanan dan
desakan-desakan yang ada. Manajemen Perubahan adalah upaya yang
dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena
terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan
mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa
adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan
bertahan lama. Perubahan dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Perubahan
bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis
dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang
pelayanan masyarakat adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan
pelayanan yang berkualitas.
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula. Tiga macam perubahan tersebut adalah:
a. Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b. Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c. Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.
Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Suatu
perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan
dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar
(dorongan eksternal). Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya
tahapan perubahan. Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1, yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat
mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi. Dalam tahap ini
seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan
mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2, adalah tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana
terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.
Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk
itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4,
adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi
diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan
data dan evaluasi data tersebut. Hasil evaluasi ini dapat di umpan
balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang
diinginkan berikutnya.
Sasaran-Sasaran Perubahan
Dalam
menganalisa sasaran-sasaran perubahan yang sifatnya organisasional,
hendaknya selalu diperhatikan kaitan antara sasaran-sasaran yang ingin
dicapai itu dengan tujuan yang hendak dicapai, sepanjang tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya tidak turut diubah. Memang bukan hal yang
mustahil terjadi bahwa tujuan organisasi pun dirasakan memerlukan
perubahan, baik dalam arti keseluruhan, maupun komponen tertentu dari
tujuan tersebut.
Berikut adalah sasaran-sasaran perubahan tersebut:
a. Perubahan dalam struktur organisasi
Komponen
organisasi yang amat sering dijadikan sebagai salah satu sasaran
perubahan organisasional adalah stuktur organisasi. Perubahan dalam
struktur organisasi meliputi :
- Perumusan dalam rumusan atau segi-segi tertentu pada tujuan yang telah ditetapkan.
- Perubahan dalam mision yang hendak diemban. Seperti misalnya mission suatu Angkatan Bersenjata yang dirumuskan dengan gaya tertentu dalam suasana damai yang perlu diubah apabila negara dalam keadaan perang.
- Perubahan dalam rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, tugas dan kegiatan operasional.
- Perubahan dalam beban kerja yang dipikul oleh organisasi sebagai keseluruhan atau komponen-komponen tertentu dari organisasi.
b. Perubahan prosedur kerja.
Perubahan
dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau tanpa
perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur kerja
dapat terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh peroses
administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental artinya hanya mencakup
sebagian proses administrasi. Perubahan prosedur kerja meliputi:
1. Perubahan
prosedur kerja dalam kegiatan investigatif dalam rangka analisa dan
perumusan kebijaksanaan. Dalam rangka analisa san perumusan
kebijaksanaan, organisasi-organisasi modern melakukan kegiatan
investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi. Jika
misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi
dan caranya memperoleh informasi, keputusan tersebut tentunya mempunyai
implikasi dalam bentuk perubahan dalam prosedur kerja untuk memenuhi
kebutuhan organisasi akan informasi tertentu.
2. Perubahan
prosedur kerja dalam perumusan kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan
manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Artinya, jika
seorang pemimipin menerapkan manajemen terbuka dan sifatnya
partisipatif, ia akan mengajak bawahannya untuk berperan aktif dalam
perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan seperti ini mungkin terasa
berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku
administratif, jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya
ketika seorang pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia
akan menutup partisipasi bawahannya dalam proses perumusan
kebijaksanaan tersebut
3. Perubahan
prosedur kerja dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana halnya
dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan juga
berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin
organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan perlu dirumuskan secara
tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai pihak, termasuk
segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan
efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat
organisasional.
4. Perubahan
prosedur dalam perencanaan. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan sikap
tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang
diluar organisasi yang pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas
fungsional organisasi. Perubahan-perubahan tersebut berimplikasi
terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang diperlukan dalam
menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan dalam
prosedur kerja. Misalnya, suatu organisasi niaga yang memproduksi mobil
mewah. Tiba-tiba terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan harga-harga
kebutuhan pokok naik. Sehingga orang-orang terpaksa mempertimbangkan
kembali niatnya untuk membeli mobil mewah dan lebih banyak memikirkan
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang lebih mendesak. Hal ini
mengakibatkan organisasi niaga tersebut harus mengadakan penyesuaian
tertentu dalam menyusun rencana kerjanya baik dalam rencana produksi,
penggudangan, pemasaran dan sebagainya.
5. Perubahan prosedur kerja dalam pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang bersifat struktural dalam organisasi.
6. Perubahan
perubahan prosedur kerja dalam pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan
dengan faktor motivasional yang bersifat kebendaan dan non-kebendaan
dari para anggota organisasi. Para anggota organisasi akan menerima
perubahan yang akan terjadi apabila dalam diri mereka timbul keyakinan
bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan atau bahkan
merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk
selalu mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi
organisasi dan yang memberi kemudahan bagi para anggotanya. Misalnya
pada prosedur pembayaran gaji dan upah. Pembayaran gaji dengan cara yang
konvensional dengan cara antri di depan loket pembayaran gaji mungkin
lebih efisien dan lebih mudah apabila diganti dengan sistem pembayaran
transfer via rekening. Hal tersebut diatas dapat mempunyai efek
motivasional yang tidak kecil artinya.
7. Perubahan
prosedur kerja dalam melaksanakan tugas operasional. Hal ini berkaitan
dengan kebiasaan, cara kerja dan prosedur kerja operasional yang sudah
biasa dipergunakan oleh para petugas operasional yang yang tidak mudah
untuk diubah. Masalahnya sering berubah dari masalah yang bersifat
teknis menjadi masalah sikap. Contohnya para petani yang tinggal di
daerah pedesaan dan hidup dalam lingkungan yan dapat dikatakan
tradisional, sudah mempunyai persepsi dan kebiasaan tertentu tentang
cara bercocok tanam atau bertani. Persepsi dan kebiasaan tertentu itu
bahkan mungkin sudah dianggap sebagai satu-satunya persepsi dan
kebiasaan yang benar dan oleh karena itu tidak perlu diubah lagi.
Apalagi kalau mengingat bahwa persepsi dan kebiasaan itu telah berlaku
turun-temurun di masyarakat. Apabila ada usaha dari pemerintah misalnya
untuk mengubah persepsi dan kebiasaan itu tidak mudah dan memerlukan
kesabaran, tenaga, biaya, waktu yang tidak sedikit. Umpamanya kebiasaan
dalam menyuburkan tanah dengan cara lama yang menggunakan pupuk kimiawi
diganti dengan cara menggunakan pupuk organik. Jelaslah bahwa mengubah
prosedur kerja operasional tidak tepat apabila hanya dipandang sebagai
masalah teknis saja, karena sering yang menjadi penghalang adalah justru
sikap mental yang mengakibatkan orang tidak mau atau enggan menerima
perubahan. Kareanya, pendekatan yang diperlukan tidak hanya pendekatan
teknis, melainkan juga pendekatan psikologis dan perilaku.
8. Perubahan
prosedur kerja dalam hal melakukan pengawasan. Pengawasan merupakan
fungsi manajemen yang sangat penting artinya dalam meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja. Dengan kata lain,
pengawasan amat penting peranannya dalam menghilangkan atau mengurangi
pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional
dengan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang
nantinya akan meningkatkan efisiensi organisasi.
c. Perubahan Dalam Hubungan Kerja Antar Personal.
Hubungan
yang serasi antara semua orang dalam organisasi adalah suatu hal yang
sangat penting, oleh karena itu suasana demokratis dan partisipatif
perlu dikembangkan dan dipelihara dalam organisasi. Jika organisasi
dikelola dengan cara-cara yang otoriter, diktatorial, tertutup dan
melalui "tangan besi", organisasi demikian diperkirakan akan gagal dalam
pencapaian tujuannya. Oleh karena itu hubungan kerja harus disoroti.
Hubungan kerja adalah segala bentuk interaksi personal yang terjadi
dalam rangka pelaksanaan tugas baik vertikal maupun horizontal antara
anggota organisasi. Hubungan kerja yang serasi itu hendaknya ditumbuhkan
dan dipelihara secara melembaga sehingga bentuk dan sifatnya tidak
tergantung kepada selera individu tertentu.
Dibawah ini adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal perubahan dalam hubungan kerja antar personal:
1. Loyalitas
kelembagaan. Yang perlu ditumbuhkan dalam organisasi adalah loyalitas
para anggotanya kepada organisasi bukan kepada orang tertentu, misalnya
jika pada waktu tertentu si A menjadi direktur utama perusahaan X,
loyalitas yang melembaga adalah loyalitas kepada perusahaan X dan kepada
direktur utama, bukan kepada si A secara pribadi. Dengan demikian,
apabila terjadi pergantian jabatan direktur utama, dari si A ke si B,
tidak sulit bagi anggota organisasi mempertahankan loyalitasnya yang
sejak semula memang tidak ditujukan kepada si A secara pribadi.
2. Kebijaksanaan
tentang sifat hubungan kerja hendaknya dinyatakan secara tertulis.
Pentingnnya kebijaksaaan tentang hubungan kerja itu dinyatakan secara
tertulis terlihat bukan saja dalam rangka kontinuitas, akan tetapi juga
agar tidak mudah diubah-ubah untuk memenuhi selera manajerial dari
orang-orang tertentu. Misalnya perlu diatur secara tertulis siapa yang
berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa, mekanisme koordinasi yang
berlaku dalam organisasi, cara dan teknik pendelegasian wewenang serta
pengaturan hubungan pertanggungjawaban.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan
Setiap
perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah
anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah
negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri.
Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan
yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi.
Misalnya yang menyangkut penurunan kompensasi, pembatasan karir, dan
rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu terjadi
pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada
manajemen dan anggota organisasi adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan
ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada
perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka
perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen
mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya
perubahan.
Untuk
mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus
siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa
yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk
berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku
meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan
visi organisasi. Sementara faktor-faktor pendorong seseorang untuk
berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari
terjadinya kerugian pribadi. Beragam Faktor Mempengaruhi Perubahan
perilaku dimaksud diuraikan sebagai berikut.
(1) Pengetahuan
Pengetahuan
merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk merubah
perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat
pengetahuan anggota organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti
perubahan sesuai dengan tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan
secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan
perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya menggunakan
pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding
anggota organisasi yang selalu menambah pengetahuannya yang baru.
(2) Ketrampilan
Ketrampilan,
baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang
diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik
dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan
komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk
mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat,
membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan
secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan
ketrampilan komunikasi antarpersonal. Ketrampilan lebih sulit untuk
diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan
sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses perubahan
respon instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup
panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah.
Misalnya anggota organisasi yang biasanya bertanya pada anggota
organisasi dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang sopan)
sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan
untuk manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
(3) Kepercayaan
Kepercayaan
anggota organisasi menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan
dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota
organisasi diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara
berbeda. Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya
apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau
tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah.
Jadi kalau ingin melatih anggota organisasi harus diketahui dahulu
kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi sekurang-kurangnya tentang
aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
(4) Lingkungan
Suatu
lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah
melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah
dengan mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi
seperti keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan
organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan
perilaku anggota organisasi. “Apa yang organisasi berikan pada anggota
organisasi dan apa pula yang organisasi dapatkan”. Keberhasilan
organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa diberikan organisasi
kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar insentif yang
diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku anggota
organisasinya. Sebaliknya organisasi yang tidak efektif atau gagal
cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
(5) Tujuan organisasi
Tujuan
organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan
organisasi dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan
merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai organisasi.
Pemimpin organisasi yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan
menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya
hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan anggota organisasi.
Kombinasi
dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan
perilaku anggota organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada
anggota organisasi semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan
untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan
fisik dan non-fisik dibutuhkan agar anggota organisasi mampu
mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah anggota
organisasi akan menggunakan ketrampilan dan teknik barunya dalam
praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan tujuan
organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan
organisasi itu sendiri ditentukan oleh visi organisasi dan dapat
menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh
menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari anggota organisasi
akan membantu organisasi lebih siap dalam mengelola perubahan.
Pelaku Perubahan
Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan, diantaranya adalah:
1. Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah.
2. Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change)
adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah
membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti
mereka yang baru kembali dari studi banding.
3. Para fasilitator perubahan (facilitator of change)
adalah mereka yang memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai
pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan proses timbulnya
perubahan.
Para pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan cirri-ciri sebagai berikut :
1. Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani.
2. Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan resiko yang tidak terlalu tinggi.
3. Ingin
selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju
dan memilii loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat
4. Pandai
berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta
batas-batas perubahan yang ingin dilakukan tetapi tidak terkalahkan
oleh rintangan dan keterbatasan yang ada.
5. Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang berkawan.
Masalah dalam Perubahan
Tidak
banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan
tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti
itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak
dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Banyak
masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang
paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu
sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi
perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak
selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka
perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk
yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera,
misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan
sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun,
misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun,
kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain
sebagainya.
Untuk
keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas
perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang
dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
a. Penolakan individual
Karena
persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya
potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual
dapat terjadi karena hal-hal dibawah ini :
1. Kebiasaan.
Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara
berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita
merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7,
bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul
10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola
kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola
kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
2. Rasa aman.
Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki
kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan
pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan
rasa tidak aman bagi para pegawai.
3. Faktor ekonomi. Faktor
lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya
pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan
upah lembur.
4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui.
Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena
itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang
sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang
akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
5. Persepsi. Persepsi
cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini
mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak
ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini
bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.
b. Penolakan Organisasional
Organisasi,
pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak
perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan
doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan
lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang
berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa
yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu
pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan
atas perubahan yaitu:
1. Inersia struktural. Artinya
penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur,
aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan
stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas
terganggu.
2. Fokus perubahan berdampak luas.
Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada
satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu
bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen
mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur
organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3. Inersia kelompok kerja.
Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya
potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau
sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan
itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual
menjadi lemah.
4. Ancaman terhadap keahlian.
Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok
kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu
desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
5. Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan.
Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali
bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer
tingkat menengah.
6. Ancaman terhadap alokasi sumberdaya.
Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya
dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai
ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau
pegawai kelompok kerjanya?.
Strategi Mengatasi Penolakan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu:
1. Pendidikan dan Komunikasi.
Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan,
akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan
dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan
bentuk-bentuk lainnya.
2. Partisipasi.
Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya
bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi
yang mengambil keputusan
3. Memberikan kemudahan dan dukungan.
Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi.
Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi
tingkat penolakan.
4. Negosiasi.
Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan
pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang
menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat
pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5. Manipulasi dan Kooptasi.
Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya
memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan
hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi
dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan
penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.
Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia, perubahan tidak dapat dihindari. Dimulai
oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya perubahan bagi
peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi
pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk
memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan. Oleh
karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi,
pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah
disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan
mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu,
mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk
melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan
organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi.
Tidak
banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan
tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti
itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak
dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar