Jumat, 23 November 2012

Motivasi

Motivasi


Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.[1] Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.[2]
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi.[2] Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.[2]

Daftar isi

Sejarah Teori Motivasi

Tahun 1950an merupakan periode perkembangan konsep-konsep motivasi.[2] Teori-teori yang berkembang pada masa ini adalah hierarki teori kebutuhan, teori X dan Y, dan teori dua faktor. [2] Teori-teori kuno dikenal karena merupakan dasar berkembangnya teori yang ada hingga saat ini yang digunakan oleh manajer pelaksana di organisasi-organisasi di dunia dalam menjelaskan motivasi karyawan.[2]
Hierarki Teori Kebutuhan Maslow

Teori hierarki kebutuhan

Teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki teori kebutuhan milik Abraham Maslow.[3] Ia membuat hipotesis bahwa dalam setiap diri manusia terdapat hierarki dari lima kebutuhan, yaitu fisiologis (rasa lapar, haus, seksual, dan kebutuhan fisik lainnya), rasa aman (rasa ingin dilindungi dari bahaya fisik dan emosional), sosial (rasa kasih sayang, kepemilikan, penerimaan, dan persahabatan), penghargaan (faktor penghargaan internal dan eksternal), dan aktualisasi diri (pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri).[3]
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam urutan-urutan.[3] Kebutuhan fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah sedangkan kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai kebutuhan tingkat atas.[3] Perbedaan antara kedua tingkat tersebut adalah dasar pemikiran bahwa kebutuhan tingkat atas dipenuhi secara internal sementara kebutuhan tingkat rendah secara dominan dipenuhi secara eksternal.[3]
Teori kebutuhan Maslow telah menerima pengakuan luas di antara manajer pelaksana karena teori ini logis secara intuitif.[3]. Namun, penelitian tidak memperkuat teori ini dan Maslow tidak memberikan bukti empiris dan beberapa penelitian yang berusaha mengesahkan teori ini tidak menemukan pendukung yang kuat.[3]

Teori X dan teori Y

Douglas McGregor menemukan teori X dan teori Y setelah mengkaji cara para manajer berhubungan dengan para karyawan. [2] Kesimpulan yang didapatkan adalah pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.[2]
Ada empat asumsi yang dimiliki manajer dalam teori X.[2]
  • Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha untuk menghindarinya.
  • Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
  • Karyawan akan mengindari tanggung jawab dan mencari perintah formal, di mana ini adalah asumsi ketiga.
  • Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat manusia dalam teori X, ada pula empat asumsi positif yang disebutkan dalam teori Y.[2]
  • Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.
  • Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.
  • Karyawan bersedia belajar untuk menerima, mencari, dan bertanggungjawab. *Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi manajemen.
Pengertian, Visioner, Tegas, Bijaksana Bisa menempatkan diri, Mampu/cakap Terbuka, Mampu mengatur, Disegani , Cerdas, Cekatan, Terampil, Pemotivasi, Jujur, Berwibawa, Berwawasan luas, Konsekuen, Melayani, Credible, Mampu membawa perubahan, Adil, Berperikemanusiaan, Kreatif, Inovatif, Sabar, Bertanggung jawab, Konsiten, Low profile, Sederhana dan humble (rendah hati), Rendah hati/humble, Royal/tidak kikir, berjiwa sosial Loyal (setia) kepada bawahan, Disiplin, Mampu menjadi tauladan/memberi contoh, Punya integritas, Berdikasi/berjiwa mengabdi, Dapat dipercaya (credible), Percaya diri, Kritis, Religious, Mengayomi, Responsive (cepat tanggap), Teliti, Supel (ramah), Pema’af, Peduli (care), Profesional, Berprestasi, Penyelesai Masalah (problem solver), Good looking, Sopan, Cerdas secara emosi (memiliki tingkat EQ yang tinggi

Teori motivasi kontemporer

David McClelland, pencetus Teori Kebutuhan
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan[4].
Teori motivasi kontemporer mencakup:[4]

Teori kebutuhan McClelland

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya[5]. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:[5]
    • kebutuhan berprestasi: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
    • kebutuhan berkuasa: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
    • kebutuhan berafiliasi: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.

Teori evaluasi kognitif

Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan.[6] Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.[6]

Teori penentuan tujuan

Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. [7] Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan. [8]

Teori penguatan

Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan. [9]

Teori Keadilan

Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.[9]

Teori harapan

Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.[9]

Area motivasi manusia

Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian.[10] Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal. disamping itu terdapat pula fsktor yang lain yang mendukung diantaranya ialah faktor internal yang datang dari dalam diri orang itu sendiri.

Variabel-Variabel Motivasi

Kerlinger, N. Fred dan Elazar J. Pedhazur (1987) dalam Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa variabel motivasi terdiri dari: (1) Motif atas kebutuhan dari pekerjaan (Motive); (2) Pengharapan atas lingkungan kerja (Expectation); (3) Kebutuhan atas imbalan (Insentive). Hal ini juga sesuai dengan yang di kemukakan Atkinson (William G Scott, 1962: 83), memandang bahwa motivasi adalah merupakan hasil penjumlahan dari fungsi-fungsi motive, harapan dan insentif (Atkinson views motivation strengh in the form of an equattion-motivation = f (motive + expectancy + incentive).

Jadi, mengacu pada pendapat-pendapat para ahli di atas, Cut Zurnali (2004) mengemukakan bahwa motivasi karyawan dipengaruhi oleh motif, harapan dan insentif yang diinginkan. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, administrasi, dan psikologi, variabel-variabel motivasi ini sering digunakan. Berikut akan dijelaskan masing-masing variabel motivasi tersebut.

Motif

Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.

Harapan

Mengacu pada pendapat Victor Vroom, Cut Zurnali (2004)mengemukakan bahwa ekspektasi adalah adanya kekuatan dari kecenderungan untuk bekerja secara benar tergantung pada kekuatan dari pengharapan bahwa kerja akan diikuti dengan pemberian jaminan, fasilitas dan lingkungan atau outcome yang menarik. RL. Kahn dan NC Morce (1951: 264) secara singkat mengemukakan pendapatan mereka tentang expectation, yakni Expectation which is the probability that the act will obtain the goal. Jadi harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan. Arthur levingson dalam buku Vilfredo Pareto (1953: 178) menyatakan : The individual is influenced in his action by two major sources of role expectation the formal demands made by the company as spalled out in the job, and the informal expectation forces make behavioral demans on the individual attemps to structure the social situation and the devine his place in it.
Dengan merumuskan beberapa pendapat para ahli, Cut Zurnali (2004) menyatakan bahwa terdapat dua sumber besar yang dapat mempengaruhi kelakuan individu, yaitu : sumber-sumber harapan yang berkenaan dengan peranannya antara lain, tuntutan formal dari pihak pekerjaan yang terperinci dalam tugas yang seharusnya dilakukan. Dan tuntutan informal yang dituntut oleh kelompok-kelompok yang ditemui individu dalam lingkungan kerja. Di samping itu, menurut Wiliam G Scott (1962: 105), addtionally, as could be anticipated, the groups themselves can be axpected to interact, effecting the others expectations. Ternyata kelompok karyawan sendiri dapat juga mempengaruhi harapan-harapan yang akan dicapainya. Dan dengan adanya keyakinan atau pengharapan untuk sukses dapat memotivasi seseorang untuk mewujudkan atau menggerakkan usahanya (Gary Dessler, 1983: 66). Selanjutnya Vroom yang secara khusus memformulasikan teori expectancy mengajukan 3 (tiga) konsep konsep dasar, yaitu : (1) Valence atau kadar keinginan seseorang; (2) Instrumentality atau alat perantara; (3) Expectacy atau keyakinan untuk mewujudkan keinginan itu sendiri (Gary Dessler, 1983: 66).

Insentif

Dalam kaitannya dengan insentif (incentive), Cut Zurnali mengacu pada pendapat Robert Dubin (1988) yang menyatakan bahwa pada dasarnya incentive itu adalah peransang, tepatnya pendapat Dubin adalah incentive are the inducement placed the course of an going activities, keeping activities toward directed one goal rather than another. Arti pendapat itu kurang lebih, insentif adalah perangsang yang menjadikan sebab berlangsungnya kegiatan, memelihara kegiatan agar mengarah langsung kepada satu tujuan yang lebih baik dari yang lain. Morris S. Viteles (1973: 76) merumuskan insentif sebagai keadaan yang membangkitkan kekuatan dinamis individu, atau persiapan-persiapan dari pada keadaan yang mengantarkan dengan harapan dapat mempengaruhi atau merubah sikap atau tingkah laku orang-orang. Secara lebih lengkap Viteles menyatakan : incentive are situasions which function in arousing dynamis forces in the individual, or managements of conditions introduced with the expectation of influencing or altering the behavior of people.
Menurut Cut Zurnali, pendapat yang mengemukakan bahwa insentif adalah suatu perangsang atau daya tarik yang sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan agar karyawan ikut membangun, memelihara dan mempertebal serta mengarahkan sikap atau tingkah laku mereka kepada satu tujuan yang akan dicapai perusahaan. Joseph Tiffin (1985: 267) mengatakan bahwa pemnberian insentif sangat diperlukan terutama apabila karyawan tidak banyak mengetahui tentang hal apa yang akan dilakukannya. Berikut secara lengkap diuraikan pendapat Tiffin: ordinary speaking, people will not learn very much about anything unless they are motivated to do so, that is, unless they are supplied with an adequate incentive. Maknanya bahwa seseorang tidak banyak mengetahui tentang sesuatu hal, apabila mereka tidak didorong untuk melakukan pekerjaan yang demikian itu, yaitu apabila mereka tidak dibekali dengan insentif secara cukup.

Membangun Hubungan

Dalam proses kegiatan kami sebagai konsultan leadership, kami menemukan pembelajaran berharga dari dinamika hubungan kerja. Salah satu penyebab adalah hilangnya ‘kemauan’ dan ‘kemampuan’ untuk bekerja sama dalam tim. Roh penting dalam team work adalah ‘kemauan’ untuk saling mendengar, karena itulah, ‘kemampuan’  mendengarkan menjadi skill yang sangat dibutuhkan dalam semua bentuk hubungan baik.

Tetapi, para Leader juga menemukan, bahwa ‘kemauan dan kemampuan mendengar’ itu selalu menjadi kendala besar demi menciptakan team kerja yang efektif. Tim kerja hanya bisa berfungsi optimal bila ada kerja sama dari anggota-anggotanya. Anda mengetahui bahwa organisasi yang tidak efektif bisa membuat
seluruh stake holder frustasi dan bahkan menyedot terlalu banyak energi hanya sekedar untuk menghadapi konflik-konflik internal.

Sebagai Leader, Anda perlu memahami apa yang diinginkan oleh anggota dan mengapa mereka mengiginkan itu. Dengan pemahaman ini,  Anda akan menemukan cara untuk membentuk hubungan-hubungan baik itu. Hubungan-hubungan dalam dunia kerja adalah jejaring, bukannya tunggal. Karena itulah membutuhkan semua pihak untuk bersama-sama melakukan hal-hal yang baik. Apa yang bisa membuat hubungan-hubungan itu menjadi lebih baik adalah dengan adanya sikap-sikap positif, kooperatif dan saling menghargai. Kerangka sikap ini musti dilandasi untuk mencapai satu tujuan yang sama. Inilah yang membutuhkan hubungan-hubungan efektif yang berdasarkan pada kesepemahaman bersama.

Hubungan yang berkualitas bagus membuat setiap orang bahagia. Benarkan? Mungkin Anda pernah menemukan banyak orang bahagia meskipun mereka hidup kekurangan. Mereka tetap menikmati hidup bahagia karena mereka berbagi kehidupan bersama-sama, dan itu membuat mereka kuat. Kebahagiaan bisa
muncul dalam situasi apapun, kecuali jika hubungan-hubungan antar pribadi jelek. 

Bagaimana mewujudkannya?

Dalam hubungan yang efektif, pihak-pihak saling memahami posisi dan perasaan masing-masing. Cara paling mudah untuk memahami orang lain adalah mengerti apa hal-hal yang penting bagi orang lain itu. Untuk mengerti apa yang penting bagi mereka adalah bertanya. Setelah bertanya, Anda harus mampu ’mendengar’. Coba refleksikan pada diri Anda sendiri. Ketika orang lain tertarik kepada kita, kita mengerti atau merasakannya khan? Bila Anda benar-benar memunculkan rasa tertarik pada orang lain, ia juga akan mengerti dan merasakan hal yang sama.

Jika orang sedang penuh memberikan perhatian, jangan menyela, jangan canda dan sebaiknya tidak bicara tentang ‘pribadi’ orang itu. Orang akan merasa diterima daripada dinilai. ’Mendengarkan menciptakan pemahaman’. Jika  Anda memahami orang lain sepenuhnya, Anda kemudian tahu apa yang bisa dilakukan untuk menjadi lebih dekat untuk bisa bekerja sama.

Dalam hubungan-hubungan yang efektif, masing-masing pihak mengungkapkan secara terbuka posisi dan perasaan mereka. Kadangkala terjadi, kita berharap orang lain yang lebih dahulu memahami kita. Ini jelas harapan yang sangat tidak realistis.

Demi membuat hubungan efektif, kita harus memperlakukan diri kita dan orang lain dengan penuh respek. Ingat, bahwa respek adalah inti penting dari apapun orang lain dan memahami cara mereka melihat sesuatu. Menilai orang lain secara prematur adalah sebuah tindakan yang bertolak belakang dari respek. Anda bisa respek orang lain meskipun perilaku mereka tidak bisa dimengerti. Bagaimana caranya? Hargai orang lain, mulai dari, misalnya asal mereka, prestasi mereka, atau pandangan dan sikap mereka terhadap sesuatu.

Respek adalah dasar dari hubungan yang kuat, ini berarti menghargai diri Anda sendiri sebagaimana menghargai orang lain. Artinya, jika Anda menghargai diri Anda bagus, jauh lebih mudah untuk menghargai dan memperlakukan orang lain dengan bagus juga.

Kunci lain untuk membentuk hubungan efektif adalah berbesar hati menghadapi berbagai macam perbedaan. Letakkan pemahaman bahwa perbedaan antara manusia-manusia adalah sesuatu yang menarik dan alami. Mereka diciptakan berbeda-beda. Mereka dibesarkan di lingkungan yang berbeda-beda. Tidak ada dua manusia yang sama identik. Artinya, perbedaan musti disikapi secara positif.

Dengan ‘mendengarkan’ Anda bisa menemukan ‘kebenaran’ baru yang terintegrasi diantara dua perspektif yang berbeda. Bukankah, mustinya lebih menyenangkan daripada misalnya, menyingkirkan, beradu pendapat, mengeluh, atau memusuhi. Belajar menghadapi perbedaan membutuhkan waktu  dan kadangkala membuat situasi batin Anda tidak nyaman, tetapi hanya itu satu-satunya jalan untuk memahami orang lain.

Solusi musti dilakukan untuk memenangkan semua pihak. Dalam dunia kerja, tidak ada seorangpun yang bisa memenangkan dirinya sendiri. Dalam membangun hubungan kerja yang efektif, win-win solution adalah tujuan, bukan sekedar sarana. Pihak-pihak musti mendapatkan kemanfaatan dari perbedaan-perbedaan itu baru kemudian muncul kemauan bekerja sama.

Hal-hal apa yang bisa membantu ?

1. Setidaknya salah satu pihak meyakini sangat pentingnya hubungan yang efektif
Seandainya saya menilai bahwa hubungan dengan orang lain penting, maka saya akan meluangkan waktu, biaya dan energi untuk bisa memahami kebutuhan orang itu dan mengetahui apa-apa saja yang berhubungan dengannya. Jauh lebih mudah bila kedua belah pihak menilai pentingnya hubungan yang efektif, meskipun tidak harus kedua belah pihak.
Karena hanya satu pihaik yang melakukan inisiatif, apakah ini akan selalu berhasil? Jawabannya adalah tidak akan selalu berhasil, namun Anda sebagai pihak yang menilai positif dan melakukan inisiasi, selalu mendapatkan kemanfaatan bagi diri Anda sendiri.

2. Belajar mendengar tanpa prasangka
Ini akan membentuk diri Anda menguasai seni berhubungan dengan orang lain. Coba perhatikan, ketika orang lain menanggapinya dengan dingin dan penuh prasangka, ia akan segera menilai Anda sama negatifnya dengan penilaian Anda terhadap dia, bukan? Menghakimi orang lain selalu membuat jarak dan memunculkan kecurigaan.

3. Temui orang secara informal
Kebanyakan orang merasa lebih rileks dalam situasi informal. Ini akan jauh lebih efektif untuk tujuan membangun hubungan yang lebih erat. Suasana informal akan menciptakan suasana nyaman sehingga masing-masing pihak bisa bebas untuk mengemukakan hal-hal penting untuk mereka.

4. Suasana
Manusia-manusia saling berhubungan dengan berbagi ide dan perasaan. Ketika memunculkan kebahagiaan atau kesedihan, bukankah Anda lebih merasa lebih terhubung dengan orang lain. Anda  tidak akan bisa mengungkapkan hal-hal itu kepada orang lain yang tidak Anda kenal bukan? Ada kesempatan untuk memunculkan suasana positif dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga dengan hubungan efektif musti diciptakan demi munculnya komitmen pencapaian bersama.

Change yourself, change others!

First thing first, Leader perlu melakukan diagnosa awal untuk mengetahui bentuk-bentuk hubungan yang tidak efektif. bila diagnosa hubungan dalam kelompok kerja negatif, maka bisa dilakukan pencermatan,
apakah hubungan tidak efektif itu terjadi pada hubungan antar dua manusia, hubungan antara manusia dalam kelompok, hubungan antar kelompok dan hubungan dalam seluruh organisasi. Dengan pengelompokan ini akan membantu untuk melakukan serangkaian tindakan atau program untuk perbaikan.

Seandainya terjadi hubungan tidak efektif diantara dua orang, para Leader bisa melakukan teraphy dengan metode pembelajaran ‘active listening’, atau dengan bergiliran saling membantu dan atau menawarkan bantuan. Letakan dua orang atau lebih yang bermasalah tersebut dalam satu acara informal. Fokuskan perhatian pada dinamika komunikasi mereka.

Jika hubungan tidak efektif terjadi antara orang dengan kelompok atau antar kelompok, Leader perlu melakukan metode bermain peran. Leader sebaiknya memposisikan diri sebagai coach dan trainer untuk mencairkan hubungan itu. Baru kemudian melakukan suatu perbaikan dan penguatan hubungan yang sudah baik. Ini disebut dengan teknik unfreeze, move dan freeze.

Cara-cara efektif untuk membina hubungan baik dalam kelompok besar, bisa juga dilakukan dengan memperbanyak agenda rutin informal gathering. Misalnya dalam acara coffee morning. Dalam acara-acara bentukan manajemen ini, harus diupayakan agar tidak selalu pimpinan formal tertinggi yang mengambil tempat untuk berbicara. Tetapi jauh lebih baik bila para informal leader diminta turut mengemukakan pendapatnya. Bahkan, dengan teknik persuasi tertentu, informal Leader bisa seolah tanpa sengaja mengundang perwakilan dua pihak yang kurang harmonis hubungannya untuk maju kedepan dan membuat beberapa games kecil.

Dalam situasi lain, Leader sebaiknya membuat kesempatan dialog antar kelompok. Ingat, bukan diskusi melainkan dialog. Pahami bahwa diskusi menggunakan kepala, sementara dialog mengedepankan hati  dan perasaan. Leader harus meminimalisir jalannya dialog agar tidak terpancing ke arah debat yang destruktif. Ia harus bisa memainkan peran ringan, penuh canda dan asertif namun juga penuh dengan sisipan pesan-pesan moral perlunya membangun hubungan yang positif.

Dalam kesempatan lain, perlu diupayakan pelatihan team work dan team building. Manfaatkan metode outbound, demi mencairkan suasana agar para peserta lepas dari kegiatan rutin di tempat kerja. Outbound dikenal sangat effektif untuk membangun hubungan-hubungan efektif baik diantara orang-orang anggota maupun antar kelompok. Tidak sekedar memberikan pemahaman kepada seluruh anggota peserta, namun juga sekaligus menciptakan chemistry positif diantara anggota. Dan, tentu saja tidak boleh dilupakan, bahwa
metode ini mendorong peserta untuk keluar dari batasan pikiran mereka masing-masing, semacam menciptakan tantangan imaginer untuk menjawab: Kami Bisa!

Prinsip-prinsip membangun hubungan yang efektif di tempat kerja, biasanya universal. Maksudnya, bisa diterapkan dalam kehidupan pribadi ataupun dalam kehidupan pekerjaan. Tidak tergantung pada usia atau level pekerjaan mereka.

Syarat pentingnya adalah, para Leader musti mampu melihat bahwa, setiap anggota bisa dan mampu melakukan yang terbaik bagi tim kerja, kedua selalu ada jalan untuk mencapai solusi win-win. Syarat ketiga adalah, maukah para Leader memulai lebih dulu untuk merubah dirinya sendiri?

Ketrampilan Komunikasi

Keterampilan komunikasi: Kunci membangun dan memelihara hubungan


Keterampilan komunikasi interpersonal yang efektif adalah sesuatu hal yang sangat mendasar dalam interaksi sosial, dan dalam membangun dan memelihara semua hubungan. Keterampilan komunikasi yang rendah dapat mengakibatkan kerusakan permanen dalam suatu hubungan, mempengaruhi produktifitas, kepuasan, prestasi, semangat, kepercayaan, rasa hormat, kepercayaan diri dan juga kesehatan pribadi. Banyak orang yang belum belajar untuk secara efektif berkomunikasi dengan rasa hormat dan mendahulukan orang lain, dan membuat kualitas hubungan menjadi rusak.
Hubungan memiliki dampak yang sangat besar dalam setiap aspek kehidupan. Komunikasi adalah inti dari hubungan yang dalam dan berarti. Bahkan ketika ada rasa suka yang besar dalam sebuah hubungan, komunikasi pun bisa terhalang, perasaan tidak bisa ditaruh dalam kata-kata, atau juga tidak mendengarkan ketika orang lain berbicara. Kita mungkin membiarkan terjadinya keheningan dengan menjauhkan diri dari hubungan, atau membuat suatu jarak yang permanen dengan cara saling menyerang satu sama lain. Keterampilan Komunikasi  yang baik akan menolong kita untuk menjembatani perbedaan ini.
Keterampilan komunikasi interpersonal membuat setiap pribadi dapat maju saat berbicara, mengatasi rasa malu, bernegoisasi dan membereskan konflik, serta mempengaruhi (namun tidak memanipulasi) keputusan dan tindakan orang lain. Komunikasi yang buruk biasanya merupakan akar konflik dan kesalahpahaman, dan dapat dihindari atau diminimalkan dengan menyatakan dengan jelas kehendak kita, dan juga memahami kehendak orang lain. Perbedaan dapat diselesaikan melalui pembicaraan yang lunak, jujur, langsung dan bukannya pertukaran bicara yang melecehkan, memusuhi atau mengganggu. Konflik tidak akan dapat dihilangkan seluruhnya, namun ketika ada terjadi, komunikasi yang membangun diperlukan untuk membereskan penyelesaian.
Keterampilan komunikasi ini ditingkatkan dengan keterampilan sosial, dan kemampuan untuk berempati dengan orang lain. Keterampilan sosial yang positif adalah kemampuan untuk membangun tindakan konstruktif, tanpa memikirkan keuntungan pribadi. Keterampilan prososial sangatlah penting dalam komunikasi karena mellibatkan pertanggungjawaban pribadi dan rasa hormat akan pendapat orang lain. Empati adalah bentuk ikatan emosional dengan orang lain, dan mengijinkan kita untuk hadir dalam situasi orang lain, dan memahami alasan dibalik tindakan. Keterampilan sosial dan kemampuan untuk berempati membuat kita mampu memonitor, memajukan, mengatur dorongan dan emosi kita. Keterampilan ini biasanya berguna jika kita ingin meminta kenaikan gaji, melamar kerja, membuat batasan, menghindari konfrontasi yang tidak perlu dan menjaga pengendalian diri saat timbul konflik.
Untuk meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal, penting bagi kita untuk mengenali pendengar, memahami tujuan pembicaraan, dan mengorganisir pikiran sebelum bicara. Komunikasi interpersonal haruslah jujur. Pelaku komunikasi harus memberi tanggapan yang sangat jujur, mengawasi bentuk suara, cara bicara dan bahasa tubuh. Keterampilan mendengar yang baik haruslah diterapkan dengan cara terus berpusat, menyatakan kembali detail, dan meminta penjelasan saat dibutuhkan.
Hubungan yang baik akan memenuhi kebutuhan mendasar akan kebersamaan dan pemeliharaan; dukungan sosial yang diberikan oleh hubungan dapat menolong kita saat mengalami dampak tekanan hidup. Keterampilan interpersonal dapat dikembangkan dan ditingkatkan dalam hubungan dengan menyatakan perasaan secara efektif, membuat batasan yang jelas, mendiskusikan perubahan yang diperlukan bagi transformasi hubungan.
Kebutuhan akan komunikasi yang efektif dan penuh pemikiran dalam tempat kerja adalah sesuatu yang sangat penting. Jarang sekali seseorang bekerja dalam isolasi total, biasanya mereka akan berinteraksi dengan pembeli, teman dan tim manajemen sehari-hari. Hal ini akan membuat komunikasi antar pribadi menjadi suatu keterampilan yang sangat penting bagi pekerja sekarang. Keterampilan Antar pribadi sangatlah relevan dalam memelihara hubungan dengan pelanggan, misalnya ketika pelanggan memberikan keluhan atau ada permintaan pelanggan yang perlu ditolak. Pengusaha saat ini mencari orang dengan keterampilan tinggi dalam komunikasi antarpribadi, pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan bukan sekedar kemampuan untuk menyelesaikan tugas pekerjaan.
Komunikasi antar pribadi dapat menjadi sesuatu yang sangat berharga dalam mengatasi pernikahan yang disfungsi ataupun hubungan pribadi lainnya. Masalah besar yang mempengaruhi banyak pasangan yang dikonseling adalah tingkat komunikasi yang sangat rendah. Pengalaman ini dinyatakan dengan kalimat “dia tidak mengerti saya”. Pasutri yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam membicarakan perasaan dan pemikiran akan melihat bahwa hubungan mereka, termasuk juga hubungan seksual, akan terancam. Ketika masalah komunikasi timbul dalam hubungan, dan ada usaha untuk membagikan perasaan, hasilnya justru adalah lebih banyak lagi luka, penolakan dan kesalahpahaman, yang kemudian akan berakhir dengan ketiadaan komunikasi yang intim dan dibangunnya penghalang emosional. Komunikasi antar pribadi dilakukan dengan membagikan pengalaman, pencapaian, keinginan dan mimpi tiap pribadi.
Hal terpenting dalam memelihara hubungan yang berhasil, baik secara pribadi maupun profesional adalah dengan menggunakan komunikasi yang empatik. Rasa hormat didapatkan dengan memelihara komitmen untuk melaksanakan janji, bagaimana kita memperlakukan orang lain, dan cara kita menyikapi tantangan. Namun yang terbesar adalah jika anda ingin dihormati, anda perlu menghormati orang lain. Aturan emas: Lakukan pada orang lain apa yang kamu ingin mereka lakukan padamu” tidak akan salah. Semua orang berhak untuk diperlakukan dengan rasa hormat, kesopanan dan kemuliaan.

Menetapkan Tujuan Hidup



Penyebab utama mengapa seseorang tidak pernah menjadi kaya / sukses adalah karena ia sendiri tidak memilih atau memiliki target untuk menjadi kaya / sukses.
Berikut beberapa langkah yang bisa Agan coba untuk menentukan GOAL dalam hidup Anda :


1. POSITIF

Tujuan harus dinyatakan dalam kalimat positif serta dapat diukur dengan pasti
Bahagia, senang, sehat, sukses adalah contoh TUjuan yang tidak dapat diukur dengan pasti

Contoh :
• "Saya ingin bahagia" ► tidak dapat diukur
• Tanya : "Apa yang membuat Agan Bahagia?"
• Jawab : "Kalau saya mempunyai uang banyak"
• Tanya : "Berapa banyak uang yang Agan inginkan?"
• Jawab: "Sekitar 10.000.000.000"

Berarti GOAL Agan harus dirubah bukannya "Saya ingin bahagia" tetapi menjadi :
"Saya ingin memiliki uang sebesar Rp. 10.000.000.000"

2. CONTEXT

Context berbicara tentang kapan, di mana dan dengan siapa Anda menginginkan TUjuan agar menjadi nyata

Contoh :
• Positif : "Saya ingin memiliki uang sebesar Rp. 10.000.000.000"
• Context :

• (Di mana) di Bank BNA
• (Kapan) Bulan Desember 2012
• (Dengan Siapa) Anak dan Istri saya


3.EVIDENCE

Anda harus melihat dengan imajinasi Anda dan melibatkan panca indra (melihat, mendengar, merasa) pada saat Anda telah memiliki / mencapai Tujuan Agan dan proses pada saat Anda sementara menuju Tujuan Anda. Bagaimana Anda tahu kalau Anda telah mencapai Tujuan Anda?

Contoh :
• Saya melihat tabungan saya bertambah sebesar 10.000.000.000
• Saya mendengar istri saya berkata "Pah, uang kita sudah banyak sekarang"
• Saya merasa senang karena bisa memiliki waktu yang banyak untuk bermain-main dengan anak-anak saya

Bagaimana Agan tahu bahwa Agan sedang menuju ke arah GOAL Agan?
Ketika saya melihat diri saya menyetorkan uang di Bank

4. SELF CONTROL

Anda tidak dapat membuat Tujuan untuk orang lain karena mereka memiliki kehendak bebas dan Anda tidak dapat mengontrol mereka sepenuhnya

Anda tidak dapat mengatakan :
Saya ingin anak saya ... ... ... ... ...
Saya ingin suami / istri / teman saya ... ... ... ... ...


5. ACTION

Ada tiga tindakan yang harus Anda buat untuk membawa Anda sedikit lebih dekat kepada Tujuan Anda :

Contoh :
1. Apa tindakan yang harus Anda tingkatkan?
2. Kebiasaan apa saja yang harus Anda kurangi agar waktunya bisa untuk hal positif lain?
3. Langkah awal apa yang akan saya lakukan untuk membawa saya 1 langkah lebih dekat ke Tujuan saya?

Jawab:
1. Saya akan meningkatkan kunjungan prospek agar penjualan saya meningkat
2. Mengurangi waktu online game facebook dengan ngaskus
3. Membuat jadwal kunjungan untuk besok dan minggu ini


6. WORTHWHILE

Anda harus memiliki alasan yang kuat mengapa Anda harus mencapai Tujuan Anda

Tanyakan mengapa Tujuan Anda penting?
Tanya : "Mengapa Agan ingin punya uang 10.000.000.000?"
Jawab : "Karena saya ingin membahagiakan keluarga saya"
Tanya : " Mengapa itu penting?"
Jawab : "Karena saya ingin menjadi ayah dan suami yg bertanggung jawab!"


7. VISUAL

Anda harus bisa membayangkan dengan dalam, saat-saat di mana Anda telah memiliki apa yang Anda inginkan (GOAL).
Rasakan perasaan Anda saat itu, dengarkan apa yang ingin Anda dengar dan lihat apa yang ingin Anda lihat.
Perbesar gambar yang Anda lihat, perjelas suara yang Anda dengar dan lipat gandakan perasaan yang Anda rasakan 100 kali lipat.
Simpan Tujuan Anda di dalam pikiran dan hati Anda agar setiap saat ia akan memberitahukan Anda apabila ada tindakan Anda yang menjauhi jalan menuju Tujuan Anda.

ADA 2 HAL PENTING DALAM MEMBUAT TUJUAN (GOAL) :
1. TULISKAN DI ATAS KERTAS YANG MEMUNGKINKAN ANDA BISA MEMBACANYA BERUALANG-ULANG. MISALNYA BIKIN DI KERTAS KECIL, TERUS TARO DOMPET, PENGGANTI FOTO
2. TULISKAN DI DALAM PIKIRAN ANDA

Berpikir Kreatif

Berpikir kreatif, slogan ini mungkin sering kita dengar. Hampir di semua perusahaan menuntut karyawannya berpikir kreatif. Kreatif muncul dengan lebih mendominankan fungsi otak kanan kita. Masalahnya masih banyak lembaga pendidikan yang melakukan metode pengajaran hanya dengan otak kiri. Harus berurutan membacanya, harus sesuai petunjuk..hal ini sebenarnya membelenggu otak kanan kita.


Berikut ada 5 Teknik untuk membiasakan diri kita BERPIKIR KREATIF :
1. Buanglah Pembunuh Kreativitas dalam diri Anda
Mungkin dari kita sering mendengar atau memikirkan kata-kata ini:
  • Aku bukanlah orang yang kreatif
  • Ikutilah aturan-aturannya
  • Jangan banyak tanya
  • Jangan bersikap lain daripada yang lain
  • Jangan berbeda
  • Hanya ada satu cara
  • Bersikap seriuslah
  • Itu tidak logis
  • Kita tidak ada waktu
  • Ya sih, Tapi………..
Sering mendengar kata-kata itu, jika YA..anda harus berhati-hati, kata-kata tersebut akan membunuh kreatifitas dalam diri anda secara perlahan. Jangan biarkan orang lain menghalangi ide anda seaneh apapun kedengarannya.
2. Berpikir Kreatif dengan Mengajukan Pertanyaan-pertanyaan yang Tepat
Ada pertanyaan yang mampu merangsang berpikir kreatif anda, berikut beberapa pertanyaan tersebut:

  • Mengapa sih harus dikerjakan begini?
  • Apa sih akar masalahnya?
  • Apa saja sih persoalan mendasarnya?
  • Ini mengingatkan aku tentang apa ya?
  • Apakah lawanya?
  • Perumpamaan atau lambang apakah yang bisa membantu menjelaskannya?
  • Mengapa sih  ini demikian penting?
  • Bagaimanakah cara tersulit atau paling mahal untuk mengerjakanya?
  • Siapa ya yang mempunyai perspektif yang lain tentang hal ini?
  • Bagaimana ya seandainya kita tidak mengerjakanya sama sekali?
3. Kembangkanlah Lingkungan yang Kreatif
Jika anda berada dalam lingkungan kerja, organisasi, atau Tim coba kembangkan menjadi lingkungan yang kreatif. Berikut ada beberapa tips untuk membangun lingkungan menjadi kreatif
  • Mendorong Kreatifitas
  • Mengutamakan Kepercayaan diatara para anggota Tim dan Individualitas
  • Merangkul mereka-mereka yang kreatif
  • Fokus kepada inovasi, bukan sekedar penemuan
  • Mengutamakan pilihan-pilihan
  • Bersedia membiarkan orang MELANGGAR garis batasnya
  • Menghargai kekuatan Impian
4. Lewatkanlah waktu bersama orang-orang kreatif
Cari teman-teman yang kreatif, ngobrollah dengan mereka. Buka Pikiran Anda, alias open your mind. Banyak orang mempertahankan prinsipnya yang salah. Padahal mereka berhadapan dengan orang yang kompeten dibidangnya. Ingat prinsip, berteman dengan pencuri maka tertular mencuri. Jika berteman Kreatif maka tertular kratifnya
5. Keluarlah dari Kotak Anda
artikel-populer.blogspot.com - 5 Cara Membiasakan Berpikir KREATIFIni prinsip dasar, "out of the box". Keluar lah dari KOTAK pikiran yang membelenggu anda. Keluar dari BATAS pikiran anda. Coba lakukan latihan berikut :
1. Bayangkan diri anda terbatas oleh sebuah garis kotak
2. Selalu terbentur ketika ingin melangkah
3. Perhatikan garisnya, beri warna jelas garis itu
4. Perlahan, sekarang coba hapus garis pembatas KOTAK itu
5. Sekarang perhatikan, diri anda tanpa KOTAK, bebas dan lepas..
Untuk melatih prinsip kreatif silahkan coba buat garis lurus tanpa mengangkat sipidol/bolpen anda dari gambar berikut.

Manajemen Waktu

AddThis Social Bookmark Button
E-mailCetakPDF
Waktu begitu berharga bagi seorang remaja muslim. Dapat dilihat, kebanyakan kita kurang dapat memenej waktu dengan baik. Akhirnya, semua tugas jadi tertunda dan tertunda. Jadinya menumpuk dan urusan yang lebih urgent jadi terbengkalai. Berikut ada tips bagus yang bermanfaat bagi kita untuk memenej waktu.
1. Use a To Do List
Buat daftar kegiatan yang harus kamu lakukan. Tidak hanya sebagai pengingat tapi juga sebagai alat agar kita bisa mengatur waktu kapan harus selesai dan berapa lama kegiatan itu dikerjakan
2. Get Set In Your Ways
Buat rutinitas harian kamu dengan detail. Manajemen waktu yang baik itu menunjukkan organisasi yang baik pula.
3. Break It Up!
Pecahkan tugas besar kamu menjadi tugas-tugas kecil agar memudahkan kamu untuk menyelesaikannya karena kamu sudah menyelesaikan tiap langkah satu persatu.
4. Be Realistic
Jangan memasang target waktu yang tidak masuk akal, berikan waktu tambahan dari estimasi waktu yang diperkirakan.
5. Pick Up a Good Habit
Buat kebiasaan baru yang bisa membuat waktu kamu lebih berharga.
6. Big MessesStart With Little Piles
Selesaikan pekerjaan kamu. Buang segala sesuatu yang tidak dibutuhkan lagi begitu kamu sudah menggunakannya sebelum itu memenuhi ruangan.
7. Start Tomorrow Tonight!
Biasakan untuk mempersiapkan hal-hal yang akan dilakukan besok pada malam sebelumnya, seperti mempersiapkan baju yang akan dipakai besok atau menaruh semua hal yang akan diperlukan pada tempatnya, karena ini akan membuat waktu kita lebih efisien.
8. Don’t Forget To Write Yourself a Note
Gunakan reminder (pengingat) pada To Do List utama kamu. Gunakan HP atau alarm jam tangan!
9. Schedule a Task
Hal termudah untuk dapat mengerjakan apa yang ingin kamu kerjakan ialah membuat jadwal.
10. First Things First
Buat prioritas pekerjaan lalu buat jadwal pada waktu yang sesuai. Menurut pengarang buku “Seven Habits” Stephen R. Covey ada 4 level kepentingan dengan mempertimbangkan dua aspek, urgency (kemendesakan) dan importancy (kepentingan) yaitu: (1) urgent dan important, (2) tidak urgent tapi important, (3) urgent tapi tidak important, (4) tidak urgent dan tidak important.
11. Learn to Say No!
Belajar untuk menolak ajakan yang tidak penting dan dapat menggangu tapi lakukan dengan sopan. Kita harus fokus terhadap waktu kita. Stay focus!
12. The Pause that Refreshes
Buat jeda waktu untuk istirahat pada jadwalmu. Ini akan membuat kita refresh dan fokus akan “Apa yang dilakukan selanjutnya?”
13. Be Flexible
Untuk membiasakan diri dengan manajemen waktu yang efektif membutuhkan waktu yang tidak singkat.Jika ada pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan tepat waktu, jadikan jadwal kamu fleksibel dengan waktu yang ada.

Manajemen stres adalah kemampuan penggunaan sumber daya (manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup individu itu agar menjadi lebih baik.

Strategi

Goliszek (2005) menyatakan bahwa usaha untuk memecahkan kebiasaan stres sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik dengan:
  1. mempelajari apa itu gila
  2. mengenali gejala stres yang terjadi dalam diri
  3. mengubah pola perilaku
  4. memanfaatkan serangkaian teknik dan relaksasi dari manajemen stres yang cepat dan sederhana

Manajemen Pemasaran

Perubahan tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan.
Berkaitan dengan ini, seorang ahli filsafat Yunani kuno yang bernama Heraclitus pernah berkata bahwa didunia ini tidak ada yang permanen, kecuali perubahan. Pernyataan tersebut kiranya masih mengandung kebenaran sampai saat ini. Dikatakan demikian karena memang pada kenyataannya di dunia ini selalu terjadi perubahan yang mencakup seluruh segi kehidupan baik pada tingkat individu maupun tingkat organisasional. Menarik untuk dicatat bahwa disamping selalu terjadi perubahan di semua segi kehidupan, perubahan dalam satu bidang pasti mempunyai dampak langsung maupun tidak langsung pada bidang kehudupan yang lainnya. Dengan kata lain, suatu perubahan merupakan dependent variable untuk perubahan di bidang yang lainnya dan oleh karena itu antara satu perubahan dengan perubahan yang lainnya selalu terdapat interelasi dan interdepedensi nyata, meskipun korelasinya mungkin tidak segera dapat dilihat.
Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dilain pihak Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.

Pengertian Perubahan Manajemen
Perubahan adalah respon terencana atau tak terencana terhadap tekanan-tekanan dan desakan-desakan yang ada. Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama.  Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut.
Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang pelayanan masyarakat adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan pelayanan yang berkualitas.
Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula.  Tiga macam perubahan tersebut adalah:
a.       Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi;
b.      Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi;
c.       Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.

Tahap-Tahap Manajemen Perubahan
Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya.  Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:
Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.
Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahan.  Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan.   Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan.  Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.
Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik.  Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.
Sasaran-Sasaran Perubahan
Dalam menganalisa sasaran-sasaran perubahan yang sifatnya organisasional, hendaknya selalu diperhatikan kaitan antara sasaran-sasaran yang ingin dicapai itu dengan tujuan yang hendak dicapai, sepanjang tujuan yang telah ditentukan sebelumnya tidak turut diubah. Memang bukan hal yang mustahil terjadi bahwa tujuan organisasi pun dirasakan memerlukan perubahan, baik dalam arti keseluruhan, maupun komponen tertentu dari tujuan tersebut.
Berikut adalah sasaran-sasaran perubahan tersebut:
a.       Perubahan dalam struktur organisasi
Komponen organisasi yang amat sering dijadikan sebagai salah satu sasaran perubahan organisasional adalah stuktur organisasi. Perubahan dalam struktur organisasi meliputi  :
  1. Perumusan dalam rumusan atau segi-segi tertentu pada tujuan yang telah ditetapkan.
  2. Perubahan dalam mision yang hendak diemban. Seperti misalnya mission suatu Angkatan Bersenjata yang dirumuskan dengan gaya tertentu dalam suasana damai yang perlu diubah apabila negara dalam keadaan perang.
  3. Perubahan dalam rumusan, sifat dan jenis tugas pokok, tugas dan kegiatan operasional.
  4. Perubahan dalam beban kerja yang dipikul oleh organisasi sebagai keseluruhan atau komponen-komponen tertentu dari organisasi.
b.      Perubahan prosedur kerja.
Perubahan dalam bidang prosedur kerja dapat saja terjadi dengan atau tanpa perubahan dalam struktur organisasi. Perubahan dalam prosedur kerja dapat terjadi secara menyeluruh dan mencakup seluruh peroses administrasi, ataupun terjadi secara inkeremental artinya hanya mencakup sebagian proses administrasi. Perubahan prosedur kerja meliputi:
1.      Perubahan prosedur kerja dalam kegiatan investigatif dalam rangka analisa dan perumusan kebijaksanaan. Dalam rangka analisa san perumusan kebijaksanaan, organisasi-organisasi modern melakukan kegiatan investigatif atau dengan kata lain usaha pengumpulan informasi. Jika misalnya suatu organisasi mengambil keputusan untuk mengubah strategi dan caranya memperoleh informasi, keputusan tersebut tentunya mempunyai implikasi dalam bentuk perubahan dalam prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan organisasi akan informasi tertentu.
2.      Perubahan prosedur kerja dalam  perumusan kebijaksanaan. Hal ini berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Artinya, jika seorang pemimipin menerapkan manajemen terbuka dan sifatnya partisipatif, ia akan mengajak bawahannya untuk berperan aktif dalam perumusan kebijaksanaan. Cara dan pendekatan seperti ini mungkin terasa berbelit-belit dan rumit, akan tetapi dipandang dari segi perilaku administratif, jalan inilah merupakan cara yang terbaik. Atau sebaliknya ketika seorang pemimpin menjalankan manajemen yang sifatnya otoriter ia akan menutup partisipasi bawahannya dalam proses perumusan kebijaksanaan tersebut
3.      Perubahan prosedur kerja dalam proses pengambilan keputusan. Sebagaimana halnya dengan proses perumusan kebijaksanaan, proses pengambilan keputusan juga berkaitan dengan manajemen dan gaya kepemimpinan para pemimpin organisasi. Dalam proses pengambilan keputusan perlu dirumuskan secara tegas dan jelas sifat dan bentuk keterlibatan berbagai pihak, termasuk segala perubahan yang dianggap perlu untuk peningkatan efisiensi dan efektifitas kerja baik di tingkat individual maupun pada tingkat organisasional.
4.      Perubahan prosedur dalam perencanaan. Hal ini berkaitan dengan kepekaan dan sikap tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai bidang diluar organisasi yang pengaruhnya dirasakan dalam pelaksanaan tugas fungsional organisasi. Perubahan-perubahan tersebut berimplikasi terhadap kualitas, jenis dan bentuk informasi yang diperlukan dalam menyusun rencana yang pada gilirannya mungkin menuntut perubahan dalam prosedur kerja. Misalnya, suatu organisasi niaga yang memproduksi mobil mewah. Tiba-tiba terjadi krisis ekonomi yang mengakibatkan harga-harga kebutuhan pokok naik. Sehingga orang-orang terpaksa mempertimbangkan kembali niatnya untuk membeli mobil mewah dan lebih banyak memikirkan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya yang lebih mendesak. Hal ini mengakibatkan organisasi niaga tersebut harus mengadakan penyesuaian tertentu dalam menyusun rencana kerjanya baik dalam rencana produksi, penggudangan, pemasaran dan sebagainya.
5.      Perubahan prosedur kerja dalam pengorganisasian. Hal ini berkaitan dengan perubahan yang bersifat struktural dalam organisasi.
6.      Perubahan perubahan prosedur kerja dalam pergerakan bawahan. Hal ini berkaitan dengan faktor motivasional yang bersifat kebendaan dan non-kebendaan dari para anggota organisasi. Para anggota organisasi akan menerima perubahan yang akan terjadi apabila dalam diri mereka timbul keyakinan bahwa perubahan yang terjadi itu akan menguntungkan atau bahkan merugikannya. Disamping itu pimpinan organisasi memang perlu untuk selalu mencari dan menemukan prosedur baru yang dapat menguntungkan bagi organisasi dan yang memberi kemudahan bagi para anggotanya. Misalnya pada prosedur pembayaran gaji dan upah. Pembayaran gaji dengan cara yang konvensional dengan cara antri di depan loket pembayaran gaji mungkin lebih efisien dan lebih mudah apabila diganti dengan sistem pembayaran transfer via rekening. Hal tersebut diatas dapat mempunyai efek motivasional yang tidak kecil artinya.
7.      Perubahan prosedur kerja dalam melaksanakan tugas operasional. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan, cara kerja dan prosedur kerja operasional yang sudah biasa dipergunakan oleh para petugas operasional yang yang tidak mudah untuk diubah. Masalahnya sering berubah dari masalah yang bersifat teknis menjadi masalah sikap. Contohnya para petani yang tinggal di daerah pedesaan dan hidup dalam lingkungan yan dapat dikatakan tradisional, sudah mempunyai persepsi dan kebiasaan tertentu tentang cara bercocok tanam atau bertani. Persepsi dan kebiasaan tertentu itu bahkan mungkin sudah dianggap sebagai satu-satunya persepsi dan kebiasaan yang benar dan oleh karena itu tidak perlu diubah lagi. Apalagi kalau mengingat bahwa persepsi dan kebiasaan itu telah berlaku turun-temurun di masyarakat. Apabila ada usaha dari pemerintah misalnya untuk mengubah persepsi dan kebiasaan itu tidak mudah dan memerlukan kesabaran, tenaga, biaya, waktu yang tidak sedikit. Umpamanya kebiasaan dalam menyuburkan tanah dengan cara lama yang menggunakan pupuk kimiawi diganti dengan cara menggunakan pupuk organik. Jelaslah bahwa mengubah prosedur kerja operasional tidak tepat apabila hanya dipandang sebagai masalah teknis saja, karena sering yang menjadi penghalang adalah justru sikap mental yang mengakibatkan orang tidak mau atau enggan menerima perubahan. Kareanya, pendekatan yang diperlukan tidak hanya pendekatan teknis, melainkan juga pendekatan psikologis dan perilaku.
8.      Perubahan prosedur kerja dalam hal melakukan pengawasan. Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang sangat penting artinya dalam meningkatkan efisiensi, efektifitas dan produktifitas kerja. Dengan kata lain, pengawasan amat penting peranannya dalam menghilangkan atau mengurangi pemborosan dan penyimpangan dari rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Misalnya, dalam usaha pengumpulan fakta dan data operasional dengan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi pengawasan yang nantinya akan meningkatkan efisiensi organisasi.

c.       Perubahan Dalam Hubungan Kerja Antar Personal.
Hubungan yang serasi antara semua orang dalam organisasi adalah suatu hal yang sangat penting, oleh karena itu suasana demokratis dan partisipatif perlu dikembangkan dan dipelihara dalam organisasi. Jika organisasi dikelola dengan cara-cara yang otoriter, diktatorial, tertutup dan melalui "tangan besi", organisasi demikian diperkirakan akan gagal dalam pencapaian tujuannya. Oleh karena itu hubungan kerja harus disoroti. Hubungan kerja adalah segala bentuk interaksi personal yang terjadi dalam rangka pelaksanaan tugas baik vertikal maupun horizontal antara anggota organisasi. Hubungan kerja yang serasi itu hendaknya ditumbuhkan dan dipelihara secara melembaga sehingga bentuk dan sifatnya tidak tergantung kepada selera individu tertentu.
Dibawah ini adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam hal perubahan dalam hubungan kerja antar personal:
1.    Loyalitas kelembagaan. Yang perlu ditumbuhkan dalam organisasi adalah loyalitas para anggotanya kepada organisasi bukan kepada orang tertentu, misalnya jika pada waktu tertentu si A menjadi direktur utama perusahaan X, loyalitas yang melembaga adalah loyalitas kepada perusahaan X dan kepada direktur utama, bukan kepada si A secara pribadi. Dengan demikian, apabila terjadi pergantian jabatan direktur utama, dari si A ke si B, tidak sulit bagi anggota organisasi mempertahankan loyalitasnya yang sejak semula memang tidak ditujukan kepada si A secara pribadi.
2.    Kebijaksanaan tentang sifat hubungan kerja hendaknya dinyatakan secara tertulis. Pentingnnya kebijaksaaan tentang hubungan kerja itu dinyatakan secara tertulis terlihat bukan saja dalam rangka kontinuitas, akan tetapi juga agar tidak mudah diubah-ubah untuk memenuhi selera manajerial dari orang-orang tertentu. Misalnya perlu diatur secara tertulis siapa yang berhubungan dengan siapa dan dalam hal apa, mekanisme koordinasi yang berlaku dalam organisasi, cara dan teknik pendelegasian wewenang serta pengaturan hubungan pertanggungjawaban.

Faktor-Faktor yang  Mempengaruhi Perubahan
Setiap perubahan akan memengaruhi siapapun; apakah dia pihak manajemen ataukah anggota organisasi. Perubahan bisa ditanggapi secara positif ataukah negatif bergantung pada jenis dan derajat perubahan itu sendiri. Ditanggapi secara negatif atau dalam bentuk penolakan kalau perubahan yang terjadi dinilai merugikan diri manajemen dan anggota organisasi. Misalnya yang menyangkut  penurunan kompensasi, pembatasan karir, dan rasionalisasi anggota organisasi. Sementara kalau perubahan itu terjadi pada inovasi proses perbaikan mutu maka perubahan yang timbul pada manajemen dan anggota organisasi adalah dalam hal pengetahuan, sikap dan ketrampilan mengoperasikan teknologi baru. Kalau itu terjadi pada perubahan motivasi anggota organisasi staf dalam suatu tim kerja maka perubahan yang semestinya terjadi adalah terjadinya perubahan manajemen mutu sumberdaya manusia. Itu semua tanggapan positif atas terjadinya perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan suatu program perubahan maka setiap orang harus siap dan mampu merubah perilakunya. Hal ini sangat bergantung pada apa yang mempengaruhi perilaku dan apa pula yang mendorong seseorang untuk berubah. Faktor-faktor internal yang diduga mempengaruhi perilaku meliputi pengetahuan, ketrampilan, kepercayaan/keyakinan, lingkungan dan visi organisasi. Sementara faktor-faktor  pendorong seseorang untuk berubah adalah kesempatan memperoleh keuntungan nyata atau menghindari terjadinya kerugian pribadi. Beragam Faktor Mempengaruhi Perubahan perilaku  dimaksud diuraikan sebagai berikut.
(1)    Pengetahuan
Pengetahuan merupakan unsur pokok bagi setiap anggota organisasi untuk merubah perilakunya dalam mengerjakan sesuatu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan anggota organisasi semakin mudah dia untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Karena itu pengetahuan ditempatkan secara strategis sebagai salah satu syarat penting bagi kemajuan perilaku anggota organisasi. Anggota organisasi yang hanya menggunakan pengetahuan yang sekedarnya akan semakin tertinggal kinerjanya dibanding anggota organisasi yang selalu menambah pengetahuannya yang baru.
(2)    Ketrampilan
Ketrampilan, baik fisik maupun non-fisik, merupakan kemampuan seseorang yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan baru. Ketrampilan fisik dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik, misalnya mengoperasikan komputer, mesin produksi dsb. Ketrampilan non-fisik dibutuhkan untuk mendapatkan sesuatu yang sudah jadi. Misalnya kemampuan memimpin rapat, membangun komunikasi, dan mengelola hubungan dengan para pelanggan secara efektif. Jadi disitu terdapat hubungan antara proses dan ketrampilan komunikasi antarpersonal. Ketrampilan lebih sulit untuk diubah atau dikembangkan ketimbang pengetahuan. Perubahan ketrampilan sangat terkait dengan pola perilaku naluri (instink). Proses perubahan respon instink anggota organisasi membutuhkan waktu relatif cukup panjang karena faktor kebiasaan apalagi budaya tidak mudah untuk diubah. Misalnya anggota organisasi yang biasanya bertanya pada anggota organisasi dengan ucapan “apa yang manajer inginkan” (kurang sopan) sulit untuk segera berubah menjadi ucapan”apa yang dapat saya kerjakan untuk manajer” atau “bolehkah saya membantu manajer” (lebih sopan).
(3)    Kepercayaan
Kepercayaan anggota organisasi menentukan sikapnya dalam menggunakan pengetahuan dan ketrampilannya untuk mengerjakan sesuatu. Boleh jadi anggota organisasi diberikan pengetahuan dan ketrampilan baru dengan cara berbeda. Namun hal itu dipengaruhi oleh kepercayaan yang dimilikinya apakah pengetahuan dan ketrampilan yang diterimanya akan berguna atau tidak. Dengan kata lain suatu kepercayaan relatif sulit untuk diubah. Jadi kalau  ingin melatih anggota organisasi harus diketahui dahulu kepercayaan yang dimiliki anggota organisasi sekurang-kurangnya tentang aspek persepsi dari kegunaan suatu pelatihan.
(4)    Lingkungan
Suatu lingkungan organisasi mempengaruhi perilaku anggota organisasi apakah melalui pemberian penghargaan atas perilaku yang diinginkan ataukah dengan mengoreksi perilaku yang tidak diinginkan. Lingkungan organisasi seperti keteladanan pimpinan dan model kepemimpinan serta masa depan organisasi yang cerah akan berpengaruh pada derajat dan mutu perubahan perilaku anggota organisasi. “Apa yang organisasi berikan pada anggota organisasi dan apa pula yang organisasi dapatkan”. Keberhasilan organisasi sangat ditentukan oleh apa yang bisa diberikan organisasi kepada anggota organisasinya. Semakin tinggi kadar insentif yang diberikan semakin efektif terjadinya perubahan perilaku anggota organisasinya. Sebaliknya organisasi yang tidak efektif  atau gagal  cenderung akan menciptakan perubahan perilaku yang juga tidak efektif.
(5)    Tujuan organisasi
Tujuan organisasi ditentukan oleh kepercayan kolektif dari para pimpinan organisasi dan ini menciptakan lingkungan tertentu. Selain itu tujuan merupakan turunan dari visi masa depan dan sistem nilai organisasi. Pemimpin organisasi yang memiliki visi dan tujuan yang jelas akan menciptakan lingkungan yang mendorong perilaku produktif. Sebaliknya hanya akan menciptakan kebingungan di kalangan anggota organisasi.
Kombinasi dari lima faktor di atas menentukan keefektifan suatu perubahan perilaku anggota organisasi. Dengan pengembangan pengetahuan yang ada anggota organisasi semakin mengetahui atau memahami apa yang dibutuhkan untuk mampu mengerjakan pekerjaannya. Ketrampilan dalam bentuk kemampuan fisik dan non-fisik dibutuhkan agar anggota organisasi mampu mengerjakan pekerjaan yang baru. Kepercayaan menentukan apakah anggota organisasi akan menggunakan ketrampilan dan teknik barunya dalam praktek. Sementara lingkungan organisasi akan menciptakan tujuan organisasi dalam merumuskan standar apa yang bisa diterimanya. Tujuan organisasi itu sendiri ditentukan oleh visi organisasi dan dapat menciptakan lingkungan baru. Selain itu bisa jadi faktor pengaruh menguatnya kecerdasan emosional dan spiritual dari anggota organisasi akan membantu organisasi lebih siap dalam mengelola perubahan.

Pelaku Perubahan
Setidak-tidaknya ada tiga pelaku perubahan yang bisa berperan dalam setiap proses perubahan, diantaranya adalah:
1.      Para pelaku perubahan dengan kekuasaan resmi (legitimacy of change) adalah mereka yang memiliki kekuasaan yang diakui secara formal dan dianggap sah.
2.      Para pendorong dan penganjur timbulnya perubahan (instigators of change) adalah mereka yang memandang perlunya perubahan karena telah membandingkan dan melihat sesuatu yang baik di tempat lain, seperti mereka yang baru kembali dari studi banding.
3.      Para fasilitator perubahan (facilitator of change) adalah mereka yang memiliki kewibawaan dan diakui serta dikenal sebagai pemimpin informal yang memudahkan serta melicinkan proses timbulnya perubahan.
Para pelaku perubahan tersebut diatas memiliki karakteristik dan cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Memiliki pemikiran dan ide inovatif, bersemangat dan berani.
2.      Selalu mencari hal-hal baru yang menantang dengan mempertimbangkan resiko yang tidak terlalu tinggi.
3.      Ingin selalu melihat organisasi, masyarakat atau institusinya berkembang maju dan memilii loyalitas yang tinggi serta komitmen yang kuat
4.      Pandai berorganisasi, cerdik dalam berpolitik, mengerti sistem kekuasaan serta batas-batas perubahan yang ingin dilakukan tetapi tidak terkalahkan oleh rintangan dan keterbatasan yang ada.
5.      Dapat menjadi anggota dan pemain tim yang efektif serta gampang dan senang berkawan.

Masalah dalam Perubahan
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.
Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan. Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
     Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.
Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan yang dilakukan oleh kelompok atau organisasional.
a.       Penolakan individual
Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan. Penolakan individual dapat terjadi karena hal-hal dibawah ini :
1. Kebiasaan. Kebiasaan merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam. Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari-hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.
2. Rasa aman. Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.
3. Faktor ekonomi. Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun-nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur.
4. Takut akan sesuatu yang tidak diketahui. Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan cenderung memilih kondisi sekarang dan menolak perubahan.
5. Persepsi. Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.
b.      Penolakan Organisasional
Organisasi, pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenal-kan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah-sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan yaitu:
1. Inersia struktural. Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, disiplin, dan lain sebagainya menghasil- kan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas terganggu.
2. Fokus perubahan berdampak luas. Perubahan dalam organisasi tidak mungkin terjadi hanya difokuskan pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian dubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.
3. Inersia kelompok kerja. Walau ketika individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalanginya. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah.
4. Ancaman terhadap keahlian. Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keakhlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain, mengancam kedudukan para juru gambar.
5. Ancaman terhadap hubungan kekuasaan yang telah mapan. Mengintroduksi sistem pengambilan keputusan partisipatif seringkali bisa dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah.
6. Ancaman terhadap alokasi sumberdaya. Kelompok-kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka. Apakah perubahan akan mengurangi anggaran atau pegawai kelompok kerjanya?.

Strategi Mengatasi Penolakan
Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu:
1.      Pendidikan dan Komunikasi. Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2.      Partisipasi. Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan
3.      Memberikan kemudahan dan dukungan. Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.      Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka
5.      Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6.      Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.





Kesimpulan
Dalam kehidupan manusia, perubahan tidak dapat dihindari. Dimulai oleh dunia usaha yang lebih dulu menyadari pentingnya  perubahan bagi peningkatan kualitas produksi yang dihasilkan, sampai ke administrasi pemerintahan. Berbagai upaya dan pendekatan telah dilakukan untuk  memecahkan masalah yang timbul akibat adanya perubahan. Oleh karena perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif.